Pengertian dan Contoh Surat Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa
Pengertian dan Contoh Surat Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa - Indonesia sebenarnya negeri yang yang sangat kaya akan sumber daya alam. Namun sayangnya, negeri yang mayoritas wagranya adalah kaum muslim ini identik dengan kemiskinan. Padahal Islam merupakan agama yang memiliki perhatian besar pada urusan pemberantasan kemiskinan. Bahkan Islam mengganggap kemiskinan sebagai slah satu ancaman terbesar bagi keimanan. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah.
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Surat ini disebut juga Bani Israil, artinya keturunan Israil. Disebut demikian karena Allah menyebutkan tentang kisah Bani Israil. Ia pernah menjadi bangsa yang kuat dan besar. Tetapi, karena sikap durhakanya kepada Allah mengubahnya menjadi bangsa yang hina. Dua kisah ini memeberikan peringatan bahwa umat Islam akan mengalami keruntuhan seperti halnya Bani Israil.
Seorang muslim yang baik harus menjadikan ayat ini sebagai sumber inspirasi dan pedoman hidup yang praktis. Ada tiga poin pelajaran yang harus diambil, dan menjadi pembimbing hidup manusia.
Dengan tidak bergaya hidup boros, maka kita bisa mengasah jiwa sosial kita kepada sesama. Ketika kita mendapatkan kelebihan rejeki, kita akan peduli kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung secara ekonomi. Wujud kepudulian itu di antaranya dengan tidak membiarkan mereka larut dalam konsidi kemiskinan. Dari perspektif ini maka upaya awal yang paling efektif untuk mewujudkan kesalehan social pada diri seoranng muslim. Salah satu indicator keberhasilan diri seorang muslim adalah kian berkurangnya jumlah orang-orang miskin disekitar kita.
Meringankan kaum dhuafa
Ajaran Islam dengan tegas menjelaskan bahwa mereka yang diberi karunia Allah berupa harta lantas tidak mau peduli kepada nasib orang-orang miskin dan anak yatim, maka dikatagotikan sebagai orang yang tidak baik. Bahkan dalam salah satu ayat disebutkan kalau orang semacam ini tergolong orang yang telah mendustakan agama. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS, Al-Mu’un: 1-7
Dalam ayat lain, Allah juga menjelasakan bahwa salah satu tolak ukur kebaikan seseorang bukan saja kekhusukanya dalam beribadah ritual yang disimbolkan dengan menghadap arah mata angin tertentu, namun dapat dilihat juga dari keimanan dan kesalehan sosialnya.hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: QS. Al-Baqarah : 177
laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala ‘alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi’ahdihim idzaa ‘aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dari penjelasan ayat di atas jelas bahwa kebajikan bukan hanya menghadap ke timur atau ke barat, karena arah tersebut hanya berfungsi untuk meningkatkan orang yang sedang menjalankan shalat untuk membantu konsentrasinya menghadap Allah. Tetapi sebelumnya kebajikan sesungguhnya adalah keimanan kita kepada Allah. Iman adalah dasar dari semua kebajikan. Dapat disimpulkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang memadukan antara im,an dan amal saleh, yang memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, memiliki kualitas jiwa yang tangguh, dan akhlak mulia.
Penerapan Sikap dan Perilaku
Penerapan terhadap QS. Al-Isra: 26-27 dan Al-Baqarah : 177 antara lain:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Surat ini disebut juga Bani Israil, artinya keturunan Israil. Disebut demikian karena Allah menyebutkan tentang kisah Bani Israil. Ia pernah menjadi bangsa yang kuat dan besar. Tetapi, karena sikap durhakanya kepada Allah mengubahnya menjadi bangsa yang hina. Dua kisah ini memeberikan peringatan bahwa umat Islam akan mengalami keruntuhan seperti halnya Bani Israil.
Seorang muslim yang baik harus menjadikan ayat ini sebagai sumber inspirasi dan pedoman hidup yang praktis. Ada tiga poin pelajaran yang harus diambil, dan menjadi pembimbing hidup manusia.
- Semangat memberi harus ditumbuhkan
- Sikap israf (berlebih-lebihan) atau melampui batas dan tabzir (pemborosan) harus dihikangkan dari diri seseorang muslim yang baik
- Orang yang hidup dengan berlebih-lebihan adalah saudara setan
Dengan tidak bergaya hidup boros, maka kita bisa mengasah jiwa sosial kita kepada sesama. Ketika kita mendapatkan kelebihan rejeki, kita akan peduli kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung secara ekonomi. Wujud kepudulian itu di antaranya dengan tidak membiarkan mereka larut dalam konsidi kemiskinan. Dari perspektif ini maka upaya awal yang paling efektif untuk mewujudkan kesalehan social pada diri seoranng muslim. Salah satu indicator keberhasilan diri seorang muslim adalah kian berkurangnya jumlah orang-orang miskin disekitar kita.
Meringankan kaum dhuafa
Ajaran Islam dengan tegas menjelaskan bahwa mereka yang diberi karunia Allah berupa harta lantas tidak mau peduli kepada nasib orang-orang miskin dan anak yatim, maka dikatagotikan sebagai orang yang tidak baik. Bahkan dalam salah satu ayat disebutkan kalau orang semacam ini tergolong orang yang telah mendustakan agama. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS, Al-Mu’un: 1-7
Dalam ayat lain, Allah juga menjelasakan bahwa salah satu tolak ukur kebaikan seseorang bukan saja kekhusukanya dalam beribadah ritual yang disimbolkan dengan menghadap arah mata angin tertentu, namun dapat dilihat juga dari keimanan dan kesalehan sosialnya.hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: QS. Al-Baqarah : 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala ‘alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi’ahdihim idzaa ‘aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dari penjelasan ayat di atas jelas bahwa kebajikan bukan hanya menghadap ke timur atau ke barat, karena arah tersebut hanya berfungsi untuk meningkatkan orang yang sedang menjalankan shalat untuk membantu konsentrasinya menghadap Allah. Tetapi sebelumnya kebajikan sesungguhnya adalah keimanan kita kepada Allah. Iman adalah dasar dari semua kebajikan. Dapat disimpulkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang memadukan antara im,an dan amal saleh, yang memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, memiliki kualitas jiwa yang tangguh, dan akhlak mulia.
Penerapan Sikap dan Perilaku
Penerapan terhadap QS. Al-Isra: 26-27 dan Al-Baqarah : 177 antara lain:
- Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga
- Suka menabung dan tidak berlaku boros meskipun memiliki banyak harta
- Menjauli segala macam kegiatan yang sis-sis dan menghabiskan waktu percuma
- Suka bersedekah
- Mempelajari ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
- Bersikap amanah
- Bersikap kritis dan melawan kesewenangan-wenangan serta berani menyampaikan kebenaran
- Suka menolong orang yang ditimpa musibah
- Menjadi orang tua asuh
- Membiasakan diri untuk selalu beribadah kepada Allah
Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Surat Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa Semoga bermanfaat.