Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Logika, Konsep, dan Sejarah Logika Menurut Ahli

Kata Logika atau logis sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Kata logis dipakai dalam arti yang sama dengan masuk akal, dapat dimengerti. Untuk memahami logika, kita harus mempelajarinya seacara teratur dan sistematis. Mempelajari logika berarti mempelajari metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan penalaran yang tepat (valid/sahih) dari penalaran yang tidak tepat (tidak valid/tidak sahih).

Pengertian Logika, Konsep, dan Sejarah Logika Menurut Ahli - Seseorang yang telah mempelajari logika lebih mungkin bernalar secara tepat daripada kalau dia tidak pernah mempelajari logika, alasannya:

1. Studi yang tepat atas logika akan mendekatinya sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu, dan dia akan mengerjakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan teori-teori yang dipalajari. Dalam hal ini, praktik akan membuat dia mampu bernalar secara tepat.

2. Dalam studi logika, kita membuat kajian dan analisis atas kesesatan-kesesatan atau kesalahan-kesalahan dalam penalaran.

3. Studi logika akan memberikan teknik tertentu, metode-metode yang dengan mudah diterapkan untuk menguji kebenaran dari bermacam-macam penalaran yang berbeda, termasuk penalaan kita sendiri. Pengetahuan ini bernilai karena kesalahan-kesalahan dengan mudah dideteksi. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan itu dapat dihindari.

4. Keinsyafan akan adanya kesulitan-kesulitan mendorong orang untuk memikirkan caranya ia berpikir, serta meneliti asas-asas hukum yang mengatur pemikiran manusia agar dapat mencapai kebenaran.

Logika tidak memberikan jaminan bahwa kita akan selalu sampai pada kebenaran karena terkadang kepercayaan-kepercayaan yang menjadi titik tolak kita kadang-kadang salah. Namun, dengan mengikuti prinsip-prinsip penalaran yang tepat, kita tidak perlu mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan.

Pengertian Logika, Konsep, dan Sejarah Logika Menurut Ahli_
image source: blog.edmodo.com

Pengertian Logika

Logika berasal dari bahasa Yunani dari kata “Logos” yang berarti kata, ucapan atau alasan. Secara etimologis, logika merupakan ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa atau disebut juga ilmu bernalar.

Berikut beberapa pengertian logika :

1. William Alston mendefinisikan logika sebagai berikut: Logic is the study of inference, more precisely the attempt to device criteria for separating valid from invalid inference (Logika adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan yang sah dan yang tidak sah).

2. Alfred Cryril Ewing mengatakan: Study of the different kinds of proposition and the relations between them which justify inference (studi tentang jenis-jenis keterangan yang berbeda dan hubungan di antara mereka yang membenarkan penyimpulan).

3. Menurut Hasbullah Bakry, logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian hukum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran. Logika juga mempelajari aturan-aturan dan cara berpikir yang dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran dan logika mempelajari pekerjaan akal dipandang dari aspek benar atau salah.

4. Fudyartanta mengartikan logika sebagai ilmu yang mempelajari secara mendalam tentang kebenaran berpikir. Dengan kata lain, logika adalah ilmu radikal tentang berpikir yang benar, supaya hasilnya benar.

Para pakar logika menaruh perhatian pada ketepatan jalan pikiran dalam suatu proses penalaran yang lengkap. Pertanyaan utamanya adalah : Apakah kesimpulan yang dicapai didasarkan pada premis-premis yang ada? Suatu penalaran disebut tepat atau valid (sahih) jika kesimpulan yang ditarik berdasar pada premis-premis yang ada. Suatu penalaran disebut tidak tepat atau tidak valid (tidak sahih) jika kesimpulan yang ditarik berdasar pada premis-premis yang ada. Perbedaan antara penalaran yang valid dan penalaran yang tidak valid merupakan masalah utama para ahli logika. Mereka mengembangkan teknik-teknik dan metode-metode untuk membuat perbedaan ini jelas. Para ahli logika tertarik dengan semua penalaran, terlepas dari masalah pokoknya, tetapi hanya dari titik pandang khusus ini.

Berdasarkan uraian dari atas, logika dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang diapakai untuk membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Konsep kunci dalam definisi adalah penalaran yang tepat atau penalaran yang valid. Ketepatan atau validitas tidak identik dengan kebenaran. Logika hanya menaruh perhatian pada kepentingan logis (relasi konsekuansial) yang ada, antara konklusi (kesimpulan) dan premis-premis yang ada.

Logika juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Definsi ini menekankan dua hal, pertama: logika sebagai ilmu pengetahuan; kedua: logika sebagai kecakapan. Sebagai ilmu pengetahuan, logika merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga membentuk suatu kesatuan serta memberikan penjelasan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang tepat.

Logika bukan hanya sebagai teori, tapi juga sebagai suatu kecakapan. Sebagai kecakapan, logika merupakan suatu ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran yang tepat itu dalam praktik. Kecakapan itu tampak secara nyata, terutama dalam kemampuan untuk membangun argument-argumen sendiri secara tepat dan mengevaluasi argument-argumen orang lain.

Objek Logika

Suatu ilmu pengetahuan hanya dapat disebut ilmu pengetahuan apabila ia memenuhi persyaratan yang dituntu oleh ilmu pengetahuan secara umum. Persyaratan yang dituntut itu ialah setiap ilmu pengetahuan harus memiliki objek material dan objek formal. Sesungguhnya, objek material logika ialah manusia itu sendiri, sedangkan objek formalnya ialah kegiatan akal budi untuk melakukan penalaran yang lurus, tepat dan teratur yang terlihat lewat ungkapan pikirannya yang diwujudkan dalam bahasa.

1. Objek Material Logika ( Arti Berpikir)

Sebagai suatu disiplin ilmiah, logika adalah cabang filsafat yang mempelajari kegiatan berpikir manusia. Jadi objek material logika ialah manusia itu sendiri dalam kegiatan berpikir, bukan proses berpikir. Pada dasarnya manusia setiap saat akan berpikir jika dihadapkan pada faktor atau sesuatu hal yang membuat ia berpikir. Faktor-faktor yang membuat manusia untuk berpikir, yaitu antara lain:

a. Jika pernyataan atau pendiriannya dibantah oleh orang lain (atau dirinya sendiri).

b.Jika dalam lingkungannya terjadi perubahan secara medadak, atau terjadi peristiwa yang tidak diaharapkan.

c. Jika ia ditanya

d. dorongan rasa ingin tahu

2. Objek Formal Logika

Sebagai objek formal dari logika ialah kegiatan akal budi untuk melakukan “penalaran” yang lurus, tepat dan teratur yang terlihat lewat ungkapan pikirannya yang diwujudkan dalam bahasa. Penalaran adalah kegiatan berpikir yang tidak mungkin dapat berlangsung tanpa bahasa, baik bahasa yang digunakan dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut, maupun bahasa tertulis. Objek formal logika membahas isi pikiran sebagaimana diungkapkan lewat bahasa demi kebenaran isi pikiran itu sendiri. Dalam kegiatan berpikir, pikiran-pikiran diarahkan untuk memunculkan sebuah kesimpulan. Proses dalam akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan satu pikiran dengan pikiran-pikiran lain untuk menarik sebuah kesimpulan disebut penalaran. Tampak bahwa kegiatan berpikir memperlihatkan bentuk atau pola tertentu berupa rangkaian pernyataan yang memperlihatkan struktur tertentu. pola rangkaian pernyataan yang mewujudkan jalan pikiran itulah yang akan menentukan tepat atau tidak tepatnya jalan pikiran yang bersangkutan, dalam hal itulah yang dipelajari dalam logika. Dengan demikian, objek formal dari logika adalah bentuk-bentuk atau pola-pola kegiatan berpikir manusia dan struktur kombinasi pernyataan-pernyataan secara formal. Bentuk atau pola berpikir dan struktur kombinasi pernyataan-pernyataan itu menunjukkan adanya aturan-aturan tertentu. kegiatan berpikir yang lurus atau tepat adalah kegiatan berpikir yang berlangsug sesuai dengan aturan-aturan itu. Aturan-aturan itulah yang dipelajari dalam logika. Jadi objek formal dari logika adalah bentuk atau pola berpikir berupa struktur fomal kombinasi pernyataan-pernyataan sesuai aturan logika.

Sumber-Sumber Logika

Secara hakiki logika dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Logika Alamiah (Kodratiah) dan Logika Ilmiah (Saintifika). Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

Logika ilmiah memiliki dua cabang kajian, yakni logika sebagai ilmu pengetahuan dan logika sebagai cabang filsafat. Logika sebagai ilmu pengetahuan merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Logika sebagai cabang filsafat adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejarah Logika

Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf- filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.

Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.

A. Masa Yunani kuno

Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.

Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
  • Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati) 
  • Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia 
  • Air jugalah uap 
  • Air jugalah es 

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumen yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Buku Aristoteles to Organon (alat) berjumlah enam, yaitu:

1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian

2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan

3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.

4. Analytica Priora tentang Silogisme.

5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.

6. De sophisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.

B. Masa Abad pertengahan dan logika modern
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika. Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:Petrus Hispanus 1210 - 1278). Roger Bacon 1214-1292. Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian. William Ocham (1295 - 1349)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding. Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic. Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti: Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. Menyusul kemudian tokoh-tokoh pengembang logika seperti George Boole (1815-1864), John Venn (1834-1923) dan Gottlob Frege (1848 - 1925). Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs)

Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.

Proses Berpikir

Pada ilmu psikologi, menurut Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117) berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.

Disinilah sesungguhnya logika mulai, maksud utama dari ilmu logika selain mengungkapkan hakikat berpikir dengan segala bentuk turunannya, juga menjamin ketepatan, keseksamaan dalam proses pemikiran. Logika menunjukkan, meletakkan, menguraikan, dan juga membuktikan hukum-hukum dan aturan-aturan yang akan menjaga kita agar tidak terjerumus dalam kekeliruan (kesesatan).

Pemikiran adalah aksi (act) yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian baru dengan perantaraan hal yang sudah diketahui. Sebenarnya yang beraksi disini bukan hanya pikiran atau akal budi, yang beraksi sesungguhnya adalah seluruh manusia (manusianya). Selanjutnya proses pemikiran adalah suatu pengesahan mental dari satu hal menuju hal lain, dari apa yang mudah diketahui ke hal yang belum diketahui.

Logika menyelidiki hukum-hukum pemikiran dengan menguraikan unsur-unsur pemikiran manusia, yaitu: pertama adalah pengertian-pengertian; kedua adalah pengertian-pengertian itu disusun sedemikian rupa sehingga menjadi keputusan-keputusan; keetiga adalah keputusan-keputusan itu disusun sedemikian rupa sehingga menjadi penyimpulan-penyimpulan.

Pemikiran manusia (kegiatan akal budi) terdapat tiga unsur yaitu:

1. Menangkap sesuatu sebagaimana adanya. Artinya, menangkap sesuatu tanpa mengakui atau memungkirinya.

2. Memberikan keputusan. Artinya, menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian lainnya atau memungkiri hubungan itu.

3. Merundingkannya. Artinya, menghubungkan keputusan-keputusan sedemikian rupa, sehingga dari satu keputusan atau lebih, dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan.

Bentuk dan Isi Argumen

Argumen adalah sekadar kata lain untuk pemikiran, penalaran. Sedangkan argumentasi lebih menunjukkan metode pemikiran, lebih-lebih apabila mencakup banyak langkah. Dalam menyusun pemikiran membutuhkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu hal-hal yang harus diketahui dan diakui sebelumnya.

Menyusun pemikiran, mencakup beberapa langkah atau banyak langkah, adalah suatu proses mental yang di dalamnya kita bergerak dari apa yang diketahui dan hal yang tidak diketahui. Oleh karena itu, kita dapat membedakan tiga hal dalam penyusunan pemikiran, yaitu:

1. Hal yang diketahui

2. Hal yang tidak diketahui

3. Proses mental dari yang pertama ke yang kedua

Dalam menyusun pemikiran membutuhkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu hal-hal yang harus diketahui dan diakui sebelumnya. Tanpa prinsip-prinsip ini, pemikiran sama sekali tidak mungkin dapat dilaksanakan. Disebut prinsip-prinsip karena proses pemikiran berrtolak dengan mereka dan kesimpulan terbit dari mereka. Seperti halnya dalam memberi definisi, kadang-kadang menyentuh pengertian-pengertian yang dengan tegas tidak dapat didefinisikan, demikian juga dalam argumentasi kita harus menumpukan diri pada prinsip-prinsip dasar dan pertama yang tidak dapat dibuktikan oleh proses pemikiran manapun juga.

Terdapat dua prinsip argumentasi, yaitu material dan formal (W.Poepoprodjo, 1999:151). Prinsip-prinsip material adalah term-term atau proposisi-proposisi (premis-premis), sedangkan prinsip formal adalah kebenaran-kebenaran yang menjamin terlaksananya proses pemikiran yang benar. Misalnya: prinsip formal yang mendasari silogisme kategoris adalah prinsip identitas, sedangkan prinsip formal yang melandasi silogisme konditional, induksi dan argument prinsip formal adalah prinsip alasan yang mencukupi.

Jadi, argument atau argumentasi adalah sekelompok pernyataan yang di dalamnya terdapat satu pernyataan yang dinamakan kesimpulan yang diterima sebagai kesimpulan berdasarkan pernyataan atau pernyataan-pernyataan lainnya, dari kelompok pernyataan itu yang dinamakan premis-premis

Proses Bernalar

Bernalar adalah sebuah aktivitas mental khusus yang disebut penyimpulan, yang bisa disebut juga membuat (atau menunjukkan) kesimpulan-kesimpulan. Menurut Glass dan Holyoak bahwa penalaran meliputi berbagai simpulan pengetahuan mutakhir dan keyakinan. Penalaran, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan proses kognitif yang saling berhubungan. Pengambilan keputusan meliputi usaha untuk mencapai setiap variasi dari berbagai tipe tujuan. Dengan demikian, penalaran jelas meliputi pengambilan keputusan, sedangkan penalaran dan pengambilan keputusan diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga, pengambilan keputusan berarti menaksir dan memilih di antara beberapa alternatif yang tersedia. Penalaran adalah bentuk khusus dari berpikir dalam upaya pengambilan kesimpulan yang digambarkan oleh premis. Setiap penalaran adalah berpikir, tetapi tidak semua berpikir adalah penalaran

Semua bentuk penalaran selalu bertolak dari sesuatu yang sudah ada atau sudah kita ketahui. Kita tidak mungkin menalar dengan bertolak dari ketikatahuan. Selalu ada sesuatu yang terseedia yang kita pergunakan sebagai titik tolak untuk menalar. Titik tolak tersebut kita namakan “yang telah diketahui”, yaitu sesuatu yang dapat dijadikan sebagai premis, evidensi, bukti, dasar bahkan alasan dari mana hal “yang belum diketahui” dapat disimpulkan. Hal yang disimpulkan itulah yang disebut konklusi (kesimpulan). Sehingga bisa dikatakan bahwa penalaran dapat juga disebut 'berfikir konklusif', yaitu berfikir untuk menarik kesimpulan.

Ada dua macam penyimpulan, yaitu:

1. Deduksi. Dalam penyimpulan deduktif, proses penalaran kita bertolak dari pengetahuan yang bersifat universal menuju pengetahuan yang sifatnya partikular kongkrit.

Contoh:
  • Semua manusia akan mati
  • Si Ety adalah manusia
  • Jadi, Ety akan mati.

2. Induktif. Yaitu proses penyimpulan yang berasal dari dua premis atau lebih menuju kesimpulan yang lebih bersifat umum, bila dibandingkan dengan salah satu atau kedua premisnya.

Contoh:
  • Pohon-pohon mati
  • Binatang-binatang mati
  • Manusia mati
  • Semua mereka adalah makhluk hidup
  • Jadi, semua makhluk hidup mati

Sekian artikel mengenai Pengertian Logika, Konsep, dan Sejarah Logika Menurut Ahli. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Daftar Pustaka
1. Jacobus Ranjabar, Dasar-Dasar Logika, Sebuah Langkah Awal untuk Masuk ke Berbagai Disiplin  Ilmu dan Pengetahuan (Bandung: Alfabeta, 2014)
2. Djoni Dwijono dan F. Soesianto, Seri Logika Matematika: Logika Proposisional, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003).
3. Glass, A. L., & Holyoak, K. J, Cognition (2nd ed.). Auckland: McGraw-Hill International
4. Matlin, M. W. (1994). Cognition (3rd ed.). Fort Worth: Harcourt Brace Publishers. (1986).
5. Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, Eleventh edition, 2012, Wadsworth, Cengage Learning
6. Surajiyo, dkk.,Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer