Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Pemilihan Umum, Sistem & Pola-Pola Pemilihan Umum

Pengertian Pemilihan Umum, Sistem, dan Pola-Pola Pemilihan Umum - Pemilihan Umum adalah merupakan suatu mekanisme demokratisasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan yang selanjutnya akan menentukan arah dan tujuan negara. didalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu anatar lain :

A. Single Member Constituency atau sistem distrik

Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasrkan pada kesatuan geografis. Untuk keperluan ini negara dinagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam DPR ditentukan oleh jumlah distrik.

Keuntungan sistem ini :
  1. Wakil-wakil yang dipilih dikenal langsung oleh pemilihnyasehingga memudahkan untuk mengadakan kontak.
  2. Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai karena kursi yang diperebutkan hanya satu dalam setiap distrik pemilihan.
  3. Berkurangnya partai dan meningkatkan kerja sam antar partai, mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional.
  4. Sistem ini sederhana dan murah untuk dilaksanakan

Kelemahan dari sistem ini adalah :
  1. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
  2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam satu distrik kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.

B. Multy Member Constituency System.
            Sistem ini dikenal juga dengan sistem proposional atau perwakilan berimbang . sistem ini dimaksud untuk menghilangkan beberpa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokoknya ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Biasanya ditentukan perimbangan misal 1 : 400.000, yang berarti 1 wakil rakyat mewakili 400.000 pemilih.

Kelemahan dari sistem ini adalah  :
  1. Mempermudah fragmentasi parpol dan timbulnya partai baru. Umumnya sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai akibat gesekan-gesekan perbedaan yang dipertajam.
  2. Wakil yang dipilih merasa terikat pada partai dan kurang loyal terhadap daerah yang memilihnya. Karena dalam pemilihan seperti ini peranan partai dirasakan lebih menonjol dibanding pribadi.
Disamping kelemahannya ada kelebihannya dari sistem pemilu ini yakni golongan sekecil apapun akan terwakili artinya representatif.

Pengertian Pemilihan Umum, Sistem & Pola-Pola Pemilihan Umum

Alternatif Sistem Pemilu yang dapat dikedepankan


Demokrasi modern ditandai dengan kuat oleh adanya sistem perwakilan atau representative democracy.  Kenyataan tersebut merupakan konsekuensi logis dari evolusi entitas negara yang ditandai dengan semakin membesarnya jumlah penduduk dalam suatu negara, (relatif) bertambah luasnya wilayah suatu negara, dan semakin kompleksnya persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh negara (modern) tersebut.

 Oleh karena itu, dalam tipe demokrasi perwakilan ini tidak semua masyarakat atau rakyat dalam suatu negara akan ikut serta secara langsung dalam proses pengambilan keputusan.  Hanya sebagian kecil saja dari warga negara yang akan melakukan peran utama tersebut.  Kenyataan ini tentunya menimbulkan pertanyaan mendasar, siapa saja yang paling berhak menjadi wakil dari seluruh rakyat yang ada dalam suatu negara?  Dan, mekanisme atau prosedural apa yang dapat memenuhi kebutuhan keterwakilan tersebut tersebut?

Dua pertanyaan di atas dalam sistem politik modern coba dijawab dengan gagasan sistem pemilihan umum (general elections).  Ada tiga elemen yang menghubungkan sistem pemilihan umum dengan karangka demokrasi modern.
  • Pertama, competition atau persaingan. Persaingan secara logic memberikan dan membuka peluang bagi setiap orang untuk mencalonkan dirinya atau orang lain sebagai wakil dari kelompok, golongan, agama, ras, etnis, atau lainnya. 
  • Kedua, peran serta politik yang memungkinkan setiap orang untuk berperan serta dalam penyeleksian calon wakil-wakil masyarakat (wakil rakyat).
  • Ketiga, kebebasan politik dan kebebasan sipil. Elemen ketiga atau terakhir merupakan kondisi yang diperlukan bagi terlaksananya dua pranata sebelumnya / di atasnya.  Sehingga bisa dikatakan sistem pemilihan umum tidak sekadar berhubungan langsung dengan sistem pemerintahan tetapi terlebih lagi berhubungan dengan sebuah sistem politik secara keseluruhan.

Dalam negara-negara demokrasi modern, pemilihan umum ternyata tidak sekadar untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di parlemen atau badan legislatif semata tetapi juga untuk memilih seseorang yang akan menduduki jabatan tertinggi dalam lembaga eksekutif, yakni presiden.
Pada mulanya, hanya sistem presidensil yang mengisyaratkan pemilihan umum langsung bagi pemegang kekuasaan eksekutif (presiden, serta wakil presiden tentunya), namun dalam perkembangan kemudian beberapa negara yang berbentuk republik dan menganut sistem parlementer mengisyaratkan pula pemilihan langsung bagi seseorang yang ingin duduk pada jabatan presiden, yang kemudian dalam analisis Duverger dijadikan karakteristik utama bagi penggolongan negara-negara yang menganut sistem ini, dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Sistem Semi-Presidensil”, seperti: Prancis, Finlandia, Austria, Irlandia, Islandia, Jerman, dan Portugal.  Bahkan dua negara yang menganut sistem parlementer lainnya seperti Belanda dan Israel, sempat mempertimbangkan secara serius alternatif pemilihan umum secara langsung bagi jabatan perdana mentri, dengan alasan utama masalah legitimasi dan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Pola-Pola Pemilihan Umum

Secara umum kita mengenal dua istilah yang sering dipakai oleh negara-negara pemeluk pemilihan presiden secara langsung, yakni: electoral college dan (direct) popular vote.  Secara sederhana kedua istilah itu dapat diartikan, sebagai berikut; electoral college adalah suatu cara pemilihan kandidat presiden dengan mekanisme suara terbanyak pada tingkat perwakilan berdasar kepropinsian atau wilayah; sedangkan direct popular vote adalah pemilihan presiden berdasar pada suara mayoritas pemilih (masyarakat) pada tingkat nasional.

Secara pokok electoral college dan direct popular vote merupakan sistem utama dalam pemilihan presiden secara langsung.  Dan, dari kedua pakem tersebut di atas kini telah dikembangkan setidaknya lima varian tambahan mengenai sistem pemilihan presiden langsung; yakni:

1. Sistem Distribusi Teritorial

Sistem ini disebut juga distribution requirements system.  Sistem ini tidak saja mengakomodasikan syarat jumlah penduduk tetapi juga syarat penyebaran penduduk.  Maksudnya, model ini sangat bermanfaat manakala tingkat kemajemukan etnis relatif tinggi sehingga diperkirakan sistem ini mampu memberikan legitimasi yang lebih menyeluruh bagi setiap kandidat.  Salah satu cara untuk menjamin dukungan lintas kelompok secara luas pada kalangan pemilih adalah mengharuskan pada para kandidat untuk tidak hanya memenangkan mayoritas plural suara yang ada tetapi juga secara geografis harus memperoleh paling tidak sepertiga dari suara pada --paling tidak-- dua per tiga dari propinsi yang ada.  Kebutuhan distribusi perolehan suara secara geografis ini memiliki kentungan untuk mendorong para kandidat untuk melakukan kempanye lintas propinsi, etnis, golongan, dll.

2. Alternate Vote
Dalam sistem ini rakyat pemilih menomori kandidat yuang ditunjukknya berdasarkan preferensi yang mereka ketahui, baik dari segi popularitas, kualitas, akseptabilitas, akuntabilitas, dan lain sebagainya.  Kandidat yang akan terpilih maju ke tingkat nasional adalah kandidat yang mampu menunjukkan bahwa mayoritas absolut (50% + 1) di distriknya dapat menerimanya.  Baru setelah itu ia berangkat berjuang ditingkat nasional untuk menduduki kursi kepresidenan.
                                                
3. Sistem Dua Babak (Two Round System­ - TRS)
Sistem dua babak merupakan pengembangan dari sistem pemilihan direct popular vote.  Sistem ini hampir mirip dengan alternate vote, dimana para kandidat presiden harus menunjukkan kualitasnya dengan indikator tingkat penerimaan dirinya di atas separuh suara.  Kalau pada ronde pertama tidak ada dukungan yang seperti diharapkan (minimal 50% suara), maka dua calon yang memiliki suara terbanyak dalam ronde pertama didaulat untuk memasuki babak selanjutnya.  Dan dalam babak kedua inilah biasanya calon presiden terpilih mendapatkan suara mayoritas absolut.

4. System Preferential Voting
Sistem ini pada dasarnya merupakan penyederhanaan apa yang dilaksanakan pada sistem dua babak (TRS), dimana dua putaran yang seharusnya dimainkan dalam sistem ini hanya dilaksanakan dalam satu kali putaran.  Sistem ini dimaksudkan untuk mengeliminiasi kekurangan mendasar dalam sistem dua babak, yaitu dengan menggabungkan pemilihan putaran pertama dengan pemilihan putaran kedua pada satu waktu pemilihan.

Mekanisme pemilihan presiden langsung dengan sistem preferential voting, para pemilih diminta untuk memberikan suara tidak hanya pada satu kandidat, akan tetapi (jika mereka bersedia) mereka dapat juga memilih sampai kurang lebih tiga kandidat sekaligus --dengan mendasarkan pada preferensinya masing-masing-- dengan cara memberikan nomor urut pada kandidat yang mereka jagokan.  Nomor urut pertama tentunya yang paling dijagokan, dan nomor-nomor urut berikutnya (2 dan 3) dijagokan sesuai metode pengurutan nomor.  Dan, jika salah satu dari kandidat memperoleh mayoritas suara –tidak perlu absolut-- pada saat pemilihan umum, maka kandidat yang bersangkutan dengan segera diangkat menjadi presiden.

5. First Past the Post
First past the post atau disingkat dengan istilah FPTP adalah sebuah sistem pemilihan yang paling sederhana diantara kesemua varian yang telah dipaparkan di atas.  Dalam sistem ini, masyarakat dipersilakan untuk menunjuk kandidatnya masing-masing, dan kandidat yang memperoleh suara terbanyak –juga tidak perlu mayoritas absolut-- (apapun persentasenya), maka otomatis ia diangkat menjadi wakil terpilih.

Sekian artikel tentang Pengertian Pemilihan Umum, Sistem, dan Pola-Pola Pemilihan Umum. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Duverger, Maurice, “Model sistem Politik Baru : Pemerintahan Semi Presidensial” dalam Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995
  • Gastil, Raymon D, “The Competitve Survey of Freedom : Experiences and Suggestions” dalam Alex Inkeles (ed.) On Measuring Democracy : its Consequences and concomitants, Transaction Publisher, New Brunswick, 1993
  • Raharjo, Dawam, sistem Pemilu: Demokratisasi dan Pembangunan, Cidesindo, Jakarta, 1995
  • Sanit, Arbi, Partai Pemilu dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997
Nikita Dini
Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer